Minggu, 30 Januari 2011

Tiga Dimensi

Konsep tiga dimensi tidak sepenuhnya seperti apa yang kita lihat selama ini di media telekomunikasi. Lensa kamera sepenuhnya meniru fungsi mata manusia. Pupil manusia sebagai diafragma mengatur tingkat fokus lensa mata, sehingga dari semua area yang tertangkap oleh mata tidak semua titik mendapat fokus yang jelas, yang saya sebut one-point focused.

Namun, mata dapat mengatur fokus yang diinginkannya. Tidak hanya pada satu titik saja, setiap titik dapat bergantian mendapatkan fokus. Ya tentu saja. Dan hal ini lah yang tidak kita dapatkan ketika pencitraan ini diproyeksikan ke bentuk dua dimensi. Fokus tetap menjadi fokus dan berlaku juga pada titik yang tidak terfokus, tidak dapat berubah menjadi terfokus.

Penyuguhan tiga dimensi  yang kita kenal sekarang belum sepenuhnya memenuhi aspek fokus ini. Titik-titik yang diklaim sebagai tiga dimensi (karena adanya manipulasi gambar yang dapat menimbulkan simulasi gambar tiga dimensi pada otak) dibuat agar kita terfokus padanya. Tidak tersedia pilihan kita untuk melihat titik lainnya pada gambar yang sama (atau video). Mengapa? Karena titik lainnya masih berupa dua dimensi atau bahkan tidak terfokus dengan semestinya, padahal mata kita sudah berusaha mendapatkan fokus pada titik tersebut (otak masih mengerjakan simulasi gambar tiga dimensi). Tentu saja demikian, lensa kamera yang digunakan untuk merekam gambar mempunya cara kerja yang sama dengan lensa lainnya.

Dibutuhkan, tentu saja, kamera dengan banyak diafragma untuk mendapatkan gambar dengan setiap titik terfokus. Mungkin mata serangga dapat menjelaskan hal ini.

Suguhan gambar tiga dimensi seharusnya memiliki fokus di setiap titik, ketika ia ingin diproyeksikan ke bentuk dua dimensi. Ketika efek tiga dimensi ditambahkan, mata tidak kehilangan hak (kalau hal ini bisa dikatakan demikian) memilih titik fokus yang diinginkannya pada saat otak melakukan simulasi tiga dimensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar